Cerita Rakyat Polo Padang | Kisah Dongeng dari Toraja

CERITA RAKYAT POLO PADANG (TORAJA)

Ada seorang pemuda bernama Polo Padang. Pekerjaannya sehari-hari adalah berladang di tengah hutan. Pada suatu hari, ketika tanamannya sudah tiba saatnya untuk dipetik, Polo Padang merasa sangat heran karena jagung, kacang, dan tanamannya yang lain selalu dipetik oleh orang yang tidak dikenalnya. 

Pada suatu ketika ia bertekad untuk mengetahui siapa sebenarnya yang senantiasa menghabiskan hasil jerih payahnya itu. Ia sengaja tinggal bermalam menunggui kebunnya untuk mengintip dari mana asalnya pencuri itu. Menjelang pagi, apa yang dikhawatirkannya itu menjadi kenyataan. Hatinya berdebar-debar, antara mimpi dan sadar ia melihat tiga putri turun dari langit melalui pelangi masuk ke kebunnya. Ia melihat ketiga putri itu memetik jagungnya sambil tertawa gembira menyaksikan sang surya menampakkan diri di ufuk timur. Sesudah mereka memetik jagung, pergilah ketiga putri itu mandi di sebuah sumur yang terdapat di tengah kebun itu. Tak henti-hentinya mereka tertawa gembira karena asyik cahaya surya yang sedang beranjak dalam pejalanannya mengarungi permukaan bumi.

Dengan hati berdebar disertai rasa cinta yang tumbuh secara tiba-tiba, Polo Padang berusaha mencuri pakaian salah seorang putri itu. Setelah ia berhasil mencuri pakaian salah seorang putri itu, kembalilah Polo Padang ke pondoknya berpura-pura tidur.

Ketika matahari sudah bersinar terang, dua orang putri itu terbanglah ke kayangan meninggalkan temannya. Putri yang seorang itu sudah tidak dapat kembali ke kayangan karena pakaiannya sudah dicuri oleh Polo Padang.

Polo Padang lalu berpura-pura pergi melihat-lihat kebunnya. la menemukan putri yang malang itu sedang menangis minta dikasihani. Polo Padang menyapanya dengan lembut katanya, "Apa gerangan yang menyebabkan engkau menangis?" Putri itu menjawab dengan nada sedih, katanya "Pakaianku dicuri orang dan kedua kakakku sudah pulang ke langit meningalkan aku".

Polo Padang menyatakan isi hatinya, katanya, "Tuhan Maha adil, rupanya kamulah yang selalu menghabiskan tanamanku setiap malam. Sekarang aku ingin mengawinimu."

Putri itu menjawab, "Agaknya sukar bagi kami kawin dengan manusia. Apalagi manusia kadang-kadang mengucapkan kata-kata tabu yang sangat pantang bagi kami."

Polo Padang menjawab, "Saya berusaha tidak melangar semua pantangan itu asalkan engkau jadi istriku".

Bujukan dan rayuan Polo Padang itu termakan di hati putri, lalu ia bersedia dikawini oleh Polo Padang. Upacara perkawinan mereka dilaksanakan dengan disaksikan oleh pemuka masyarakat dalam kampung itu. Kehidupan kedua nya sangat harmonis, masing-masing melaksanakan tugas dan kewajiban sebagaimana mestinya, tugas sebagai suami dan tugas sebagai istri. 

Satu tahun telah berlalu, pasangan suami istri ini telah dikaruniai seorang anak laki-laki yang diberi nama Pairunan. Setelah anak ini mengenal lingkungannya, ayahnya membuatkan bermacam-macam permainan.

Pada suatu hari Pairunan bermain gasing di halaman rumah; ibunya menenun kain di kolong rumah; dan Polo Padang sendiri sedang membelah kayu tidak jauh dari tempat anaknya bermain itu. Namun malang tidak dapat dielakkan, sementara asyik membelah kayu itu, tiba-tiba kapak terpeleset dan mengena mata kaki Polo Padang sehingga ia merasa sangat kesakitan. Dengan tidak disadari, Polo Padang langsung mengeluarkan kata-kata tabu yang merupakan pantangan bagi istrinya. Pada saat itu juga istrinya langsung meletakkan tenunannya lalu ia mengambil anaknya kemudian bergegas-gegas kembali ke langit, karena kebetulan pada waktu itu pelangi sudah tersedia untuk dilalui kembali ke kayangan.

Setelah anak dan istrinya sudah menghilang dari pandangannya, barulah Polo Padang sadar bahwa ia telah melanggar janji yang telah disepakati bersama. Mulai pada saat itu, kehidupan Polo Padang sudah tidak tenang bahkan sering ia menangis seorang diri memikirkan nasib yang menimpanya. Karena perpisahan itu sangat menyiksa batinnya, maka Polo Padang berusaha mencari istri dan anaknya. la pergi mengembara kemana saja kaki dilangkahkan. Akhimya, ia tiba di pinggir laut lalu ia, bingunglah entah ke mana jalan yang harus dilalui pergi mencari kedua orang yang sangat dikasihinya itu. la putus asa lalu menangis seolah-olah meratapi laut lepas yang terbentang luas di hadapannya.

Sementara ia menangis itu, tiba-tiba muncullah seekor kerbau putih menegurnya, "Mengapa engkau menangis, Polo Padang?"

Polo Padang menjawab, "Saya ingin pergi mencari istri dan anakku, tetapi apa daya, laut luas membentang di hadapanku."

Kerbau Putih itu menenangkan hati Polo Padang seraya berkata, "Saya bersedia membawa kamu ke seberang, tetapi dengan syarat, daging turunanku tidak boleh dimakan oleh anak cucumu. Apabila hal ini dilanggar oleh anak cucumu, maka ia akan menderita penyakit kudis.

Tawaran ini disambut baik oleh Polo Padang lalu ia diseberangkan oleh kerbau putih itu.

Itulah sebabnya sampai sekarang masih banyak· orang Toraja yang tidak mau makan daging kerbau putih, karena beranggapan bahwa mereka adalah keturunan Polo Padang.

Pada malam harinya, lewatlah bulan di pinggir langit itu lalu Polo Padang bertanya kepadanya, "Dapatkah kamu dijalani naik ke langit? Saya akan pergi mencari anak dan istriku di langit yang ketujuh." Bulan itu menjawab, "Saya tidak. sampai ke langit yang ketujuh, tunggulah bintang yang sedang menyusul dari belakang."

Menjelang siang di pagi buta, lewatlah bintang-bintang. Bertanyalah Polo Padang kepada bintang, "Dapatkah saya menumpang padamu? Saya akan pergi ke langit ketujuh menemui istri dan anakku." Bintang-bintang itu menjawab, "Kamu dapat menumpang karena tujuan kami adalah ke langit yang- ketujuh, tetapi sayang kamu pasti tidak tahan karena kami terlalu cepat."

Mendengar jawaban bintang ini, Polo Padang menjadi putus asa. Dalam keputusasaan: itu, tiba-tiba muncullah sekelompok bintang yang lain mentapa Pola Padang, "Polo Padang, jangan menangis dan putus asa! Marilah kuantar engkau ke bintang yang dapat membawamu ke langit yang ketujuh." Dalam sekejap mata saja tibalah Polo Padang di tempat istri dan anaknya.

Mula-mula bertemulah Polo Padang dengan serombongan gadis yang mengambil air di sumur. Polo Padang menegur gadis itu, katanya, "Mengapa kalian berombongan mengambil air?" Gadis-gadis itu menjawab, "Engkau ini sebenarnya datang dari mana? Tidak tahukah engkau bahwa raja kami berpesta ria sudah tujuh puluh hari tujuh puluh malam lamanya? Baginda sangat bergembira karena anaknya yang bungsu sudah kembali bersama dengan seorang anaknya setelah menghilang beberapa waktu lamanya."

Polo Padang yakin dalam hatinya bahwa putri raja yang dimaksud itu ialah istri dan anaknya. Polo Padang meminta tempat air dari periuk itu lalu pura-pura hendak minum. Dengan sertamerta dimasukkannyalah gasing emas anaknya yang ditinggalkan di bumi sewaktu ia berangkat dengan ibunya.

Sesampainya di rumah, gadis-gadis itu menumpahkan air yang dibawanya ke dalam loyang emas untuk air mandi Pairunan bersama ibunya. Tiba-tiba gasing emas itu berguling-guling serta berkilau-kilauan dalam loyang emas yang berisi air yang bening itu. Ketika Pairunan melihat gasingnya itu, larilah ia mengambilnya lalu berteriak-teriak, "Gasingku, ini gasingku!" Ibunya tercengang melihat peristiwa itu lalu ia bertanya kepada gadis-gadis yang mengambil air, "Dari mana pula kalian peroleh gasing emas itu?"

Mereka menjelaskan bahwa di sumur, mereka bertemu dengan seorang laki-laki yang meminta air dalam periuk, dan rupanya laki-laki itu orang asing. Dengan segera ibu Pairunan memerintahkan memanggil orang itu untuk dipertemukan dengan Raja Kayangan (kakek Pairunan). 

Ketika Polo Padang tiba di istana dan dihadapkan kepada raja, ia ditanya mengenai asalnya dan apa tujuannya datang ke kayangan. Ia menjelaskan bahwa asalnya dari bumi dan datang ke kayangan dengan maksud untuk mencari istri dan anaknya. Raja Kayangan menjelaskan kepada Polo Padang bahwa ia tidak dipertemukan dengan istri dan anaknya sebelum melaksanakan dengan baik beberapa tugas, yaitu:

  1. Mengisi air dalam keranjang sampai penuh;
  2. Menumbangkan pohon kenari satu lembah;
  3. Mengumpulkan kembali jawawut satu nyiru yang tertumpah dengan tidak boleh kurang walaupun sebiji;
  4. Mencabut pohon keladi satu lembah;
  5. Membuka pintu yang terkunci dan tertutup rapat; dan
  6. Menerka istrinya di tempat yang gelap gulita di antara sekian banyak wanita yang mirip muka dan perawakannya.

Tugas yang pertama, Polo Padang disuruh ke sungai mengisi air dalam keranjang. Setibanya di sungai, dicelupkanlah keranjang itu berulang-ulang ke dalam air, tetapi air itu tidak ada yang tinggal di dalam keranjang itu. Menangislah Polo Padang menghadapi pekerjaan yang sangat sulit itu. Tiba-tiba muncullah belut menegurnya, "Hai Polo Padang, apa gerangan yang kamu susahkan?" Polo Padang menjawab, "Raja memerintahkan aku mengisi keranjang ini dengan air. Kalau aku tidak dapat melaksanakannya, maka aku tidak diperkenankan, bertemu dengan istri dan anakku."

Belut itu bersedia menolong dengan syarat bahwa keturunan Polo Padang tidak boleh memakan keturunan belut itu. Persyaratan itu diterima oleh Polo Padang, maka masuklah belut itu ke dalam keranjang lalu menutup lubang-lubang keranjang itu dengan lendirnya. Polo Padang berhasil mengisi keranjang itu dengan air sampai penuh kemudian dipersembahkan kepada Raja Kayangan.

Tugas yang kedua, Polo Padang disuruh menumbangkan semua pohon kenari yang terdapat pada satu lembah. Berangkatlah Polo Padang ke lembah yang ditunjuk oleh raja. Tetapi apa daya, ia tidak mampu melaksanakannya dengan mengandalkan kekuatannya. Setelah ia tiba di tempat itu, ia menangis karena putus asa. Sementara ia menangis , muncullah raja angin menyampaikan, "Buanglah beras tiga biji, sesudah itu segera akan datang angin topan mencabut dan menghabiskan semua pepohonan yang ada di lembah itu." Polo Padang segera melaksanakan petunjuk raja angin itu sehingga dalam sekejap mata semua pepohonan di lembah itu ditumbangkan oleh angin topan. Berhasillah Polo Padang melaksanakan tugas kedua itu dengan baik.

Tugas yang ketiga, Polo Padang diperintahkan mengumpulkan kembali jawawut yang dihamburkan di sana-sini dan tidak boleh ada yang hilang walaupun sebiji. Tugas ini pun tidak mampu dilaksanakan oleh Polo Padang kalau hanya sendirian saja. Polo Padang menangis lagi karena putus asa. Sambil menangis Polo Padang mengumpulkan biji jawawut satu per satu. Ketika itu datanglah raja pipit menyapanya, "Hai Polo Padang, mengapa engkau menangis?" Polo Padang menjawab, "Saya diperintahkan mengumpulkan kembali biji jawawut yang sudah berserakan ini dan satu biji pun tidak boleh hilang. Padahal biar satu tahun kukerjakan belum tentu akan terkumpul semuanya."

Raja Pipit dapat menolongnya dengan syarat semua keturunan Polo Padang tidak boleh menghalau burung pipit kalau datang hertengger di atas rumah dan lumbung. Tawaran ini diterima olehPolo Padang sehingga dalam sekejap mata semua burung pipit dalam hutan datang mencotok biji jawawut itu sampai habis dimasukkan ke tempat semula dengan tidak kurang walau sebiji pun. Polo Padang berhasil menyelesaikan tugas yang ketiga dengan sukses.

Tugas yang keempat, Polo Padang diperintahkan mencabut keladi sebanyak satu lembah di seberang gunung. Ketika Polo Padang tiba di tempat itu, ia bekerja sama dengan babi hutan yang ada dalam hutan dekat lembah itu. Dalam waktu yang singkat, keladi sebanyak satu lembah habis dicabut dan diporak-poranda oleh babi hutan itu. Tugas keempat telah diselesaikan dengan baik oleh Polo Padang lalu kembalilah ia ke istana akan melaporkan semua hasil pekerjaannya kepada Raja Kayangan. Akan tetapi ketika ia tiba di istana, didapatinya pintu sudah terkunci dan tertutup rapat.

Sementara Polo Padang mencari jalan untuk membuka pintu itu, muncullah seekor tikus yang bersedia membantu Polo Padang. Tikus mengajukan suatu persyaratan dan persyaratan itu diterima oleh Polo Padang. Tikus lalu menggerek lubang kunci pintu itu dan memutuskan semua tali pengikatnya sehingga pintu itu dapat terbuka. 

Setelah Polo Padang masuk ke dalam rumah, didapatinya ruangan sangat gelap sehingga sulit baginya untuk memastikan di mana istri dan anaknya berada. Dalam keadaan kebingungan itu, Raja Kayangan berkata kepada Polo Padang, "Kamu harus menebak di mana istri dan anakmu berada, tetapi ingat, kalau kamu salah pegang atau salah rangkul, maka sangsinya ialah tanganmu akan terpotong." Ujian yang terakhir ini benar-benar menjadikan Polo Padang bimbang dan putus asa sehingga air matanya hampir-hampir tidak ada lagi yang keluar karena ia terus-menerus menangis. Dalam keadaan yang sangat kritis itu, datanglah kunang-kunang menawarkan bantuannya karena merasa kasihan melihat Polo Padang.

Kunang-kunang memberi isyarat kepada Polo Padang, katanya, "Di mana aku hinggap agak lama, itulah tanda sanggul istrimu dan di situ pulalah anakmu berada. Segeralah kamu pegang dan rangkullah erat-erat!"

Kunang-kunang itu mulailah terbang ke sana ke mari kemudian menuju ke kamar paling selatan. Di situ ia berputar-putar lalu hinggap di atas sanggul istri Polo Padang. Ketika Polo Padang melihat kunang-kunang hinggap agak lama di tempat itu, bergegaslah Polo Padang ke tempat itu lalu ia memeluk istrinya dan anaknya. Setelah Polo Padang berhasil menemukan istri dan anaknya, ia memerintahkan supaya lampu segera dinyalakan. 

Polo Padang telah berhasil menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya dengan sebaik-baiknya. Setelah itu, Raja Kayangan mengumpulkan semua tokoh-tokoh adat lalu ia mengeluarkan pernyataan, "Tuhan telah menjodohkan anakku yang bungsu dengan Polo Padang dari bumi sehingga tidak boleh diceraikan oleh siapa pun juga. Karena Polo Padang manusia dari bumi maka mereka bertiga akan kembali ke bumi dan mereka inilah yang disebut 'Tomanurun', artinya "orang yang diturunkan ke bumi."

Polo Padang bersama istri dan anaknya sudah bersiap-siap akan kembali ke bumi. Pada saat itu dipersiapkanlah semua perlengkapan mereka di kayangan. Dengan melalui pelangi, turunlah mereka bertiga ke bumi dan hidup di bumi sebagai tomanurun. Itulah sebabnya menurut orang pelangi itu tidak boleh ditunjuk karena dianggap tabu.

Demikianlah cerita rakyat Polo Padang dari Toraja.


Referensi : 

Sande, J S. (1983). Sastra Toraja Klasik. Jakarta : Proyek Penerbit Buku Sastra Indonesia dan Daerah.